Biaya logistik, Secara global, Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan beberapa kali melakukan revisi ke bawah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Bahkan China, misalnya, juga dilaporkan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, meski masih berada pada level yang tinggi. Demikian juga India yang awalnya didera pemanasan ekonomi, akhirnya mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi setelah Bank Sentral India (RBI) menaikkan suku bunga 13 kali dalam 20 bulan. Dengan keadaan seperti itu, rasanya merupakan karunia yang besar dapat melihat perekonomian Indonesia tumbuh 6,5 persen sepanjang 2011, lebih tinggi dibandingkan 6,1 persen pada tahun sebelumnya. Keadaan ini merupakan suatu anomali bagi perkembangan ekonomi dunia, sehingga Indonesia serta-merta semakin masuk dalam radar investor global.
Wednesday, October 24, 2012
Monday, October 22, 2012
PELABUHAN DARATAN/DRY PORTS
Pelabuhan daratan adalah pelabuhan daratan yang disebut juga pelabuhan kering karena tidak ada air laut, dengan menggunakan antarmoda transport di darat menuju ke pelabuhan laut untuk diangkut ketujuan baik didalam negeri maupun keluar negeri.
Dry ports di Indonesia hingga saat ini yang masih beroperasi hanya gedebage bandung, sedangkan yang lainnya kurang difungsikan. Di negara-negara Eropa yang tidak memiliki pelabuhan laut, dry ports memegang peranan penting dalam angkutan komoditas ekspor impor antar negara termasuk ke Indonesia. Caranya barang diangkut dengan truck atau kereta Api menuju pelabuhan terdekat untuk dimuat ke kapal selanjutya diangkut ke negara tujuan ekspor atau sebaliknya untuk impor.
DASAR TARIF PELABUHAN
Filosofi dasar perlu tarif jasa pelayaran, adalah untuk keseimbangan pasar bagi perusahaan angkutan laut dalam memberikan pelayanan kepada para pemakai jasa angkutan laut, yaitu:
I. Para pemilik barang :
2. Para prinsipal perusahaan pelayaran asing yang melayani trayek dari dan ke Indonesia untuk perhitungan biaya kapal di pelabuhan.
3. Dan pihak –pihak yang membutuhkan pelayanan jasa angkutan laut.
Fungsi tarif jasa pelayaran adalah sebagai dasar untuk memasarkan ruang kapal dalam angkutan laut, ongkos angkut baik untuk angkutan laut jalur dalam negeri maupun jalur luar negeri. Biaya pelayanan dalam penetapan besaran tarif jasa pelayaran dengan mempertimbangkan tingkat pelayanan yang diberikan dimana kapal sebagai alat produksi yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan pelayaran, terdiri atas:
Dry ports di Indonesia hingga saat ini yang masih beroperasi hanya gedebage bandung, sedangkan yang lainnya kurang difungsikan. Di negara-negara Eropa yang tidak memiliki pelabuhan laut, dry ports memegang peranan penting dalam angkutan komoditas ekspor impor antar negara termasuk ke Indonesia. Caranya barang diangkut dengan truck atau kereta Api menuju pelabuhan terdekat untuk dimuat ke kapal selanjutya diangkut ke negara tujuan ekspor atau sebaliknya untuk impor.
DASAR TARIF PELABUHAN
Filosofi dasar perlu tarif jasa pelayaran, adalah untuk keseimbangan pasar bagi perusahaan angkutan laut dalam memberikan pelayanan kepada para pemakai jasa angkutan laut, yaitu:
I. Para pemilik barang :
- Shipper dan consignee barang untuk angkutan laut luar negeri : importir dan eksportir
- Pengirim dan penerima barang untuk angkutan /antar pelabuhan/antar pulau didalam negeri
- Forwarding mewakili pemilik barang
2. Para prinsipal perusahaan pelayaran asing yang melayani trayek dari dan ke Indonesia untuk perhitungan biaya kapal di pelabuhan.
3. Dan pihak –pihak yang membutuhkan pelayanan jasa angkutan laut.
Fungsi tarif jasa pelayaran adalah sebagai dasar untuk memasarkan ruang kapal dalam angkutan laut, ongkos angkut baik untuk angkutan laut jalur dalam negeri maupun jalur luar negeri. Biaya pelayanan dalam penetapan besaran tarif jasa pelayaran dengan mempertimbangkan tingkat pelayanan yang diberikan dimana kapal sebagai alat produksi yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan pelayaran, terdiri atas:
- Bentuk dan model alat angkut / kapal yang dioperasikan
- Jalur pelayaran yang dilayari/ trayek
- Jasa marketing untuk mendapatkan pasar muatan
- Mengikuti perkembangan kondisi pasar didalam negeri dan internasional/luar negeri
- Kelangsungan usaha.
- Sudah dijelaskan bahwa angkutan laut sangat menentukan kebijakan pemerintah dalam tatanan perekonomian nasional.
- Pemerintah melalui kementerian perhubungan dan perdagangan mengatur trayek kapal-kapal agar malayari dengan teratur kesemua tujuan di dalam negeri
- Biaya angkutan laut didalam negeri berdasrkan kesepakatan pemerintah menatapkan tarif pedoma dan mengawasi pelaksanaannya
- Biaya angkutan jalur luar negeri sesuai kesepakatan masing-masing conference dan pemerintah mengawasi pelaksanaannya
Sunday, October 21, 2012
KRITERIA HIRARKI PELABUHAN
1) Pelabuhan utama
PELABUHAN LAUT
- Fungsi utama untuk melayani perdagangan internasional dan domestik dalam skala besar, biasanya lebih besar dari 100.000 TEUS
- Menyediakan pelayanan penumpang dan barang antar propinsi ke pusat kegiatan nasional atau pusat ekonomi
- Kedalaman minimal 11 Meter.
- Fungsi utama untuk melayani perdagangan domestik dalam skala menengah, biasanya lebih dari 25.000 TEUS
- Menyediakan pelayanan peumpang dan barang antar propinsi ke hinterland dan pusat kegiatan wilayah
- Kedalaman minimal 8 Meter.
- Fungsi utama untuk melayani perdagangan domestik dalam skala kecil, biasanya lebih kecil dari 25 TEUS
- Menyediakan pelayanan penumpang dan barang dalampropinsi kepusat kegiatan lokal
- Kedalaman biasanya kurang dari 8 Meter.
PELABUHAN LAUT
- International Hub Ports, adalah pelabuhan internasional sebagai pengumpan, artinya barang /muatan yang akan diangkut dengan kapal-kapal jalur pelayaran luar negeri yang dikumpulkan di satu pelabuhan Indonesia.
- International ports, adalah pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan Internasional, dimana pelabuhan tersebut dikunjungi kapal-kapal pelayaran Indonesia jalur luar negeri dan kapal-kapal pelayaran asing.
- National ports, adalah pelabuhan yang dapat melayani kegiatan kunjungan kapal-kapal antar pelabuhan antar pulau di indonesia.
- Regional ports, pelabuhan antar wilayah /daerah/propinsi dalam satu pulau didalam negeri.
- Lokal ports, pelabuhan dalam satu wilayah, daerah didalam negeri.
Thursday, October 18, 2012
DOMESTIC SHIPPING
AZAS CABOTAGE
MENGHAPUS MONOPOLI
- Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh :
- Perusahaan angkutan laut nasional,
- Menggunakan kapal berbendera Indonesia,
- Diawaki awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
- Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antar pulau atau antar pelabuhan diwilayah perairan Indonesia
- Kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan dalam negeri tetap dapat melakukan kegiatannya paling lama 3 ( tiga ) tahun sejak UU ini berlaku.
JENIS – JENIS PELAYARAN
- Pelayaran niaga
Semua jenis usaha angkutan laut yang menggunakan kapal untuk tujuan niaga , adalah pelayaran niaga pembinaan dan perijinannya oleh DITJEN perhubungan laut dan kementerian perhubungan. - Pelayaran rakyat
Pelayaran yang diusahakan oleh rakyat dengan menggunakan kapal-kapal tradisional dan mesin. Pelayaran rakyat pembinaannya langsung olah DITJEN perhubungan laut. - Pelayaran perintis
Pelayaran ini merupakan kepanjangan tangan pemerintah yang melayari angkutan penduduk di pulau-pulau terpencil yang dibiayai dengan anggaran pemerintah. - Pelayaran tangkap ikan
Pelayaran ini khusus untuk penangkapan ikan, teknis kelayakan kapal pada DITJEN perhubungan laut. - Pelayaran riset / penelitian
Pelayaran yang menggunakan kapal khusus dilengkapi alat-alat untuk penelitian/riset dilaut.contoh : pemetaan laut, gelombang, cuaca, dll.
- Kapal barang ( general cargo )
- Kapal curah (bulk carrier )
- Kapal tanker (BBM, CPO )
- Kapal gas ( LNG )
- Kapal penumpang ( passengger )
- Kapal penumpang/pesiar wisata
- Kapal RO-RO
- Kapal petikemas ( container )
- Kapal tunda
- Tongkang
- Kapal tangkap ikan
MENGHAPUS MONOPOLI
- Menciptakan kesempatan yang lebih luas untuk investasi di sektor pelabuhan ( pihak swasta, pemerintah daerah )
- Menciptakan kompetisi yang sehat dalam pelabuhan dan antar pelabuhan
- Pemisahan yang jelas antara regulator dengan pembentukan otoritas pelabuhan.
Saturday, October 13, 2012
HUKUM LAUT DAN PENGANGKUTAN
A. LATAR BELAKANG
Memasuki era global seperti saat ini, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional
Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir menggunakan sistem container.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan. Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
B. RUANG LINGKUP
Pembuatan makalah ini hanya mengkaji tentang Asuransi mengenai Transportasi Laut, Yang Ruang lingkupnya hanya sekitar mengetahui aktivitas pengangkutan barang yang menyangkut Asuransi di Negara Kepulauan Republik Indonesia.
C. TUJUAN DAN MAKSUD
Tujuan dan Maksud pembuatan makalah ini untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan di kaji dalam asurasi transportasi laut sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita ke depannya.
D. METODE PENULISAN
Metode pembuatan makalah ini di buat dengan metode pembahasan dengan mencari setiaphal-hal yang berkaitan dengan asuransi laut baik dari buku-buku Ilmiah maupun Internet.
E. PERMASALAHAN
PEMBAHASAN
Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap Cargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list.
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
1. Azas Konsensual / timbal balik
Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.
2. Azas Koordinasi
Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.
3. Azas Campuran
Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran tiga jenis pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut, menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada pengirim oleh pengangkutan.
4. Hak Retensi
Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Defenisi perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
1. Pengangkut
2. Pengirim barang
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak menjadi para pihak. Penerima merupakan pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.
ASURANSI LAUT
Asuransi pengangkutan laut ( Marine insurnace ) merupakan suatu perjanjian pertanggungan ( Contrac of indemnity ) antara penanggung ( insurer ) dan tertanggung ( assurer ) atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagau muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan / kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut ( maritime perils ) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Dalam prakteknya selain terjalin antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung maka tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya kepentingan dan tanggung jawab pihak lain / pihak ketiga baik sebagai penyebab kejadian maupun sebagai korban kejadian yang menyebabkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pihak asuransi berkewajiban memberikan ganti rugi atas kerusakan /kerugian barang, tetapi pihak asuransi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas penyebab timbulnya permasalahan tersebut.
Dalam penyelesaian klaim sering melibatkan banyak pihak seperti, surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut seperti, pelayaran, Perusahaan bongkar muat, perusahaan pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan serta pihak terkait lainnya.
Di sisi lain pelabuhan sebagai tempat dimana kapal melakukan kegiatan dan sebagai tempat penanganan barang-barang dari ke kapal tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya resiko kerugian akibat bahaya-bahaya di pelabuhan.
Berdasarkan hal tersebut diatas sangatlah penting bagi semua orang-orang yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan untuk dapat memahami “ asuransi pengangkutan laut “ atau marine insurance and claim, dimana jika terjadi kasus-kasus maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ada dibidang tersebut.
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam Ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
a. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
b. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c. Prinsip tanggungjawab Mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Cara membedakan prisnsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya diletakan pada masalah pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian diletakan dalam proses penuntutan.
Menentukan Pihak yang bertanggung jawab :
Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan:
Dasar hukum
Dasar Hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller).
Proses pengangkutan adalah sebagai berikut :
1. Pertama, Eksportir akan memuat (stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing,
2. Kargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat,
3. Kargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar,
4. Kargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat.
Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab.
Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh kasus adalah sebagai berikut :
Eksportir pada saat stuffing Ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misalnya hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang.
Terhadap contoh kasus diatas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut ?
harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah kargo akan berkurang.
Terhadap kasus di atas bagaimanakah jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata jumlah kargo berkurang. Hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer.
Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena factor tindak pencurian (pilferage).
Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang bertanggung jawab. Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier.
Hal tersebut tentu harus mengacu pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.
Didalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence)
Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carrier’s care and custody).
Hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang:
a. mengadakan joint survey yang dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut dan atau asuransinya.
b. melakukan langkah investigasi ke belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.
Kerusakan dan Kerugian dalam Pengangkutan Laut
1. Total loss ( kerugian lenyap semua )
Actual total loss yaitu bilamana kapal atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya atau muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya.
Constructive total loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
2. Partial Loss
General Average ( kerugian umum ) adalah kerugian dengan sengaja dilakukan atau biaya yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang berkepentingan.
Particular Average ( kerugian khusus ) adalah kerugian yang diderita kapal maupun muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain.
Resiko Kerusakan atau Kerugian yang dapat Dipertanggungkan pada Perusahaan Asuransi
Hampir seluruh resiko kerusakan atau kerugian pengangkutan laut sudah dapat diasuransikan kepada perusahaan Asuransi, akan tetapi masih perlu diketahui adanya tingkat-tingkat resiko yang dapat dipertanggungkan itu.
1. Resiko kerugian yang secara umum ditanggung oleh Perusahaan Asuransi
Bencana alam, terdiri dari bencana Laut → Angin, badai,gelombang, kabut, batu karang, gunung es dan kilat.
Bencana di laut → Tabrakan dan kebakaran.
2. Perbuatan manusia
Perbuatan awak kapal → Pembuangan muatan, kejahilan awak kapal, penggantian arah pelayaran.
Perbuatan pihak ketiga → Bajak laut, penyamun, pencuri.
Resiko kerugian yang ditanggung Perusahaan Asuransi dengan perjanjian khusus
Syarat pertanggungan Yaitu yang berhubungan dengan jenis resiko yang dipertanggungkan. Semakin luas jenis resiko yang dipertanggungkan, maka semakin tinggi pula premi asuransi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung. Bisnis ekspor-impor termasuk jenis bisnis beresiko tinggi. Barang diangkut melalui laut dan udara, menempuh jarak yang dapat menimbulkan kerusakan dalam perjalanan.
1. Faktor yang Menentukan Premi Asuransi
Nilai Pertanggungan
Nilai pertanggungan yang dipakai dalam penutupan asuransi pengangkutan laut biasanya merupakan salah satu dari 3 jenis nilai pertanggungan sebagai berikut :
100% sampai 110% x nilai F.O.B
100% sampai 110% x nilai C&F
100% sampai 110% x nilai C.I.F
Syarat pertanggungan yang dipakai dalam penutupn asuransi muatan (cargo) secara luas di seluruh dunia adalah syarat pertanggungan dari Llyod’s London yang dikenal sebagai Institute Cargo Clauses. Dulu, tahun 1982 yang dipakai adalah :
1. INSTITUTE CARGO CLAUSES (A)
Resiko yang ditanggung :
Asuransi ini tidak mencakup hal-hal sebagai berikut :
2. INSTITUTE CARGO CLAUSES (B)
Resiko yang ditanggung :
Resiko yang ditanggung :
Contoh Perusahaan Asuransi Pengangkutan Laut
PT ASURANSI PURI ASIH
Produk asuransi ini memberikan jaminan ganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dikirim baik melalui darat, laut, udara akibat kerugian finacial yang dialami jasa pengiriman ataupun pemilik barang sesuai dengan nama pemegang polis.
Adapun tarif asuransi dan jaminan / benefit dari penutupan melalui laut tersebut sbb :
a) ICC “ C “ 1/ 1/ 82 : 0, 30 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Kerugian Umum ( General Avarage )
- Alat angkut tabrakan
- Kebakaran dan peledakan
- Kapal kandas, tenggelam atau terbalik
- Tabrakan atau sentuhan alat angkut dengan objek luar selain air
- Pembongkaran barang di pelabuhan darurat
- Biaya – biaya yang timbul akibat dari kerugian umum atau biaya penyelamatan barang atas resiko yang terjadi diatas kapal.
- Pembuangan barang ke laut.
b) ICC “ B “ 1/ 1/ 82 : 0, 35 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82
- Akibat masuknya air laut, danau atau air sungai yang memasuki ruangan kapal / palka kapal, peti kemas dan tempat penyimpanan barang.
- Hilangnya barang secara keseluruhan sewaktu bongkar muat
c) ICC “ A” 1/ 1/ 82 : 0, 3 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82 dan ICC “ B” 1/ 1/ 82
- Akibat pengrusakan / kerusakan yang dilakukan secara sengaja terhadap barang tersebut oleh orang lain.
- Pembajakan , Pencurian, Barang tidak sampai ketujuan ( Non Delivery )
Ilustrasi Pengangkutan Laut :
• Premi Rp 1.000.000.000, – X 0, 2 % = Rp. 2.000.000, -
Biaya Polis = Rp 17.000, -
Biaya Materai = Rp 12.000, -
Total Premi = Rp 2, 029, 000, -
PRSEDUR KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG ( MARINE CARGO INSURANCE)
a). Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya.
Dalam hal terjadi klaim kerusakan dan atau kehilangan barang marine cargo, adalah Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya untuk melakukan hal-hal sbb:
Dokumen Klaim
KESIMPULAN DAN SARAN ( PENDAPAT ) :
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatan kecermatan dan kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui dan ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, Memperjelas hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut.
Memasuki era global seperti saat ini, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional
Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir menggunakan sistem container.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan. Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
B. RUANG LINGKUP
Pembuatan makalah ini hanya mengkaji tentang Asuransi mengenai Transportasi Laut, Yang Ruang lingkupnya hanya sekitar mengetahui aktivitas pengangkutan barang yang menyangkut Asuransi di Negara Kepulauan Republik Indonesia.
C. TUJUAN DAN MAKSUD
Tujuan dan Maksud pembuatan makalah ini untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan di kaji dalam asurasi transportasi laut sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita ke depannya.
D. METODE PENULISAN
Metode pembuatan makalah ini di buat dengan metode pembahasan dengan mencari setiaphal-hal yang berkaitan dengan asuransi laut baik dari buku-buku Ilmiah maupun Internet.
E. PERMASALAHAN
- Apa pengertian asuransi laut?
- Apa saja prinsip tanggungjawab pengangkut?
- Siapa yang bertanggung jawab terhadap kehilangan barang dalam pengiriman dengan sistem container?
PEMBAHASAN
Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap Cargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list.
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
1. Azas Konsensual / timbal balik
Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.
2. Azas Koordinasi
Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.
3. Azas Campuran
Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran tiga jenis pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut, menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada pengirim oleh pengangkutan.
4. Hak Retensi
Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Defenisi perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
1. Pengangkut
2. Pengirim barang
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak menjadi para pihak. Penerima merupakan pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.
ASURANSI LAUT
Asuransi pengangkutan laut ( Marine insurnace ) merupakan suatu perjanjian pertanggungan ( Contrac of indemnity ) antara penanggung ( insurer ) dan tertanggung ( assurer ) atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagau muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan / kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut ( maritime perils ) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Dalam prakteknya selain terjalin antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung maka tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya kepentingan dan tanggung jawab pihak lain / pihak ketiga baik sebagai penyebab kejadian maupun sebagai korban kejadian yang menyebabkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pihak asuransi berkewajiban memberikan ganti rugi atas kerusakan /kerugian barang, tetapi pihak asuransi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas penyebab timbulnya permasalahan tersebut.
Dalam penyelesaian klaim sering melibatkan banyak pihak seperti, surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut seperti, pelayaran, Perusahaan bongkar muat, perusahaan pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan serta pihak terkait lainnya.
Di sisi lain pelabuhan sebagai tempat dimana kapal melakukan kegiatan dan sebagai tempat penanganan barang-barang dari ke kapal tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya resiko kerugian akibat bahaya-bahaya di pelabuhan.
Berdasarkan hal tersebut diatas sangatlah penting bagi semua orang-orang yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan untuk dapat memahami “ asuransi pengangkutan laut “ atau marine insurance and claim, dimana jika terjadi kasus-kasus maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ada dibidang tersebut.
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam Ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
a. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
b. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c. Prinsip tanggungjawab Mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Cara membedakan prisnsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya diletakan pada masalah pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian diletakan dalam proses penuntutan.
Menentukan Pihak yang bertanggung jawab :
Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan:
- Pihak-pihak yang terlibat di dalam pengangkutan.
- Apakah kondisi seal kontainer dalam keadaan utuh (seal intact)
- Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang.
Dasar hukum
Dasar Hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller).
Proses pengangkutan adalah sebagai berikut :
1. Pertama, Eksportir akan memuat (stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing,
2. Kargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat,
3. Kargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar,
4. Kargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat.
Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab.
Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh kasus adalah sebagai berikut :
Eksportir pada saat stuffing Ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misalnya hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang.
Terhadap contoh kasus diatas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut ?
harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah kargo akan berkurang.
Terhadap kasus di atas bagaimanakah jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata jumlah kargo berkurang. Hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer.
Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena factor tindak pencurian (pilferage).
Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang bertanggung jawab. Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier.
Hal tersebut tentu harus mengacu pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.
Didalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence)
Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carrier’s care and custody).
Hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang:
a. mengadakan joint survey yang dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut dan atau asuransinya.
b. melakukan langkah investigasi ke belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.
Kerusakan dan Kerugian dalam Pengangkutan Laut
1. Total loss ( kerugian lenyap semua )
Actual total loss yaitu bilamana kapal atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya atau muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya.
Constructive total loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
2. Partial Loss
General Average ( kerugian umum ) adalah kerugian dengan sengaja dilakukan atau biaya yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang berkepentingan.
Particular Average ( kerugian khusus ) adalah kerugian yang diderita kapal maupun muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain.
Resiko Kerusakan atau Kerugian yang dapat Dipertanggungkan pada Perusahaan Asuransi
Hampir seluruh resiko kerusakan atau kerugian pengangkutan laut sudah dapat diasuransikan kepada perusahaan Asuransi, akan tetapi masih perlu diketahui adanya tingkat-tingkat resiko yang dapat dipertanggungkan itu.
1. Resiko kerugian yang secara umum ditanggung oleh Perusahaan Asuransi
Bencana alam, terdiri dari bencana Laut → Angin, badai,gelombang, kabut, batu karang, gunung es dan kilat.
Bencana di laut → Tabrakan dan kebakaran.
2. Perbuatan manusia
Perbuatan awak kapal → Pembuangan muatan, kejahilan awak kapal, penggantian arah pelayaran.
Perbuatan pihak ketiga → Bajak laut, penyamun, pencuri.
Resiko kerugian yang ditanggung Perusahaan Asuransi dengan perjanjian khusus
- Kerugian akibat peperangan → Kapal perang, perampasan, penahanan, penangkapan dan pencurian
- Kerugian akibat pemogokan → Pemogokan, kerusuhan, pemberontakan
- Kerugian akibat sifat muatan itu sendiri → Penyusutan
- Kerugian karena pencurian di darat → Pencurian dan pencoleng
- Resiko kerugian yang menjadi tanggungan pemilik barang , terdiri dari Kerusakan yang ditimbulkan oleh binatang pengerat seperti tikus dan kutu yang merusak bahan makanan, Kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pelayaran dan Kerugian karena kelalaian.
Syarat pertanggungan Yaitu yang berhubungan dengan jenis resiko yang dipertanggungkan. Semakin luas jenis resiko yang dipertanggungkan, maka semakin tinggi pula premi asuransi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung. Bisnis ekspor-impor termasuk jenis bisnis beresiko tinggi. Barang diangkut melalui laut dan udara, menempuh jarak yang dapat menimbulkan kerusakan dalam perjalanan.
1. Faktor yang Menentukan Premi Asuransi
Nilai Pertanggungan
Nilai pertanggungan yang dipakai dalam penutupan asuransi pengangkutan laut biasanya merupakan salah satu dari 3 jenis nilai pertanggungan sebagai berikut :
100% sampai 110% x nilai F.O.B
100% sampai 110% x nilai C&F
100% sampai 110% x nilai C.I.F
Syarat pertanggungan yang dipakai dalam penutupn asuransi muatan (cargo) secara luas di seluruh dunia adalah syarat pertanggungan dari Llyod’s London yang dikenal sebagai Institute Cargo Clauses. Dulu, tahun 1982 yang dipakai adalah :
- Institute Cargo Clauses (All Risk)
- Institute Cargo Clauses (With Average)
- Institute Cargo Clauses (Free from Particular Average)
1. INSTITUTE CARGO CLAUSES (A)
Resiko yang ditanggung :
- Asuransi ini menanggung semua resiki hilang atau rusak atas barang-barang yang dipertanggungkan
- Asuransi ini menanggung kerusakan umum dan biaya penyelamatan, disesuaikan atau ditetapkan sesuai dengan kontrak angkutan serta hukum yang berlaku yang sengaja dilakukan untuk menghindari kerugian yang bersumber dari sebab-sebab luar
- Asuransi ini juga meliputi penggantirugian kepada tertanggung terhadap bagian beban tertanggung yang terdapat dalam kontrak angkutan yang kerugiannya ditanggung asuransi ini.
Asuransi ini tidak mencakup hal-hal sebagai berikut :
- Kerugian atau biaya yang dikeluarkan yang disebabkan perbuatab sengaja yang dilakukan tertanggung sendiri.
- Kebocoran biasa, susut berat dan volume biasa atau kesobekan barang yang diasuransi.
- Kerugian atau biaya yang disebabkan kurang cukup auat kurang cocoknya pengepakan barang yang diasuransikan.
- Kerugian atau biaya yang bersumber dari barang itu sendiri atau sifatnya sendiri
- Kerugian atau biaya yang disebabkan kelambatan
- Kerugian atau biaya yang timbul karena kemacetan dana pemilik kapal, para manajer atau operasi kapal.
- 7. Kerugian atau biaya yang timbul karena penggunaan senjata, peralatan atom dan nuklir.
2. INSTITUTE CARGO CLAUSES (B)
Resiko yang ditanggung :
- Kebakaran atau ledakan
- Kapal kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
- Angkutan darat terbalik atau keluar jalur
- Tabrakan atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
- Pembongkaran muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
- Gempa bumi, lahar panas, letusan gunung atau halilintar
Resiko yang ditanggung :
- Kebakaran atau ledakan
- Kapal atau pesawat kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
- Angkutan darat terbalik atau keluar jalur
- Tabrakan atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
- Pembongkaran muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
Contoh Perusahaan Asuransi Pengangkutan Laut
PT ASURANSI PURI ASIH
Produk asuransi ini memberikan jaminan ganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dikirim baik melalui darat, laut, udara akibat kerugian finacial yang dialami jasa pengiriman ataupun pemilik barang sesuai dengan nama pemegang polis.
Adapun tarif asuransi dan jaminan / benefit dari penutupan melalui laut tersebut sbb :
a) ICC “ C “ 1/ 1/ 82 : 0, 30 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Kerugian Umum ( General Avarage )
- Alat angkut tabrakan
- Kebakaran dan peledakan
- Kapal kandas, tenggelam atau terbalik
- Tabrakan atau sentuhan alat angkut dengan objek luar selain air
- Pembongkaran barang di pelabuhan darurat
- Biaya – biaya yang timbul akibat dari kerugian umum atau biaya penyelamatan barang atas resiko yang terjadi diatas kapal.
- Pembuangan barang ke laut.
b) ICC “ B “ 1/ 1/ 82 : 0, 35 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82
- Akibat masuknya air laut, danau atau air sungai yang memasuki ruangan kapal / palka kapal, peti kemas dan tempat penyimpanan barang.
- Hilangnya barang secara keseluruhan sewaktu bongkar muat
c) ICC “ A” 1/ 1/ 82 : 0, 3 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82 dan ICC “ B” 1/ 1/ 82
- Akibat pengrusakan / kerusakan yang dilakukan secara sengaja terhadap barang tersebut oleh orang lain.
- Pembajakan , Pencurian, Barang tidak sampai ketujuan ( Non Delivery )
Ilustrasi Pengangkutan Laut :
- Jenis Barang : Excavator 320 C
- Alat Angkut : LCT, Tugboat, Kapal Besi
- Tujuan : Dari Banjarmasin ke Tanah Grogot
- Kondisi Penutupan : ICC ” C ” 1/ 1/ 82
- Tarif Premi : 0, 2 %
- Ilustrasi Perhitungan Premi :
• Premi Rp 1.000.000.000, – X 0, 2 % = Rp. 2.000.000, -
Biaya Polis = Rp 17.000, -
Biaya Materai = Rp 12.000, -
Total Premi = Rp 2, 029, 000, -
PRSEDUR KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG ( MARINE CARGO INSURANCE)
a). Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya.
Dalam hal terjadi klaim kerusakan dan atau kehilangan barang marine cargo, adalah Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya untuk melakukan hal-hal sbb:
- Jangan menandatangani “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” kecuali dengan memberikan catatan mengenai kerusakan dan atau kehilangan barang tersebut.
- Untuk barang dalam KONTAINER:
- Periksalah dengan seksama Kondisi dan Nomor KONTAINER apakah terdapat kerusakan, berlubang
- Periksalah dengan seksama Kondisi dan Nomor SEGEL apakah terdapat kerusakan, hilang dan apakah nomor segel sesuai dengan dokumen pengangkutan marine cargo
- Berilah catatan pada “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” jika terdapat kerusakan dan atau kehilangan barang
- Segera menghubungi pihak pengangkut / Carrier untuk melakukan survey
- Segera menghubungi PERUSAHAAN ASURANSI cargo untuk melakukan survey bersama
- Segera melapor kepada pihak kepolisian jika terjadi kecelakaan lalu lintas, perampokan, bajing loncat dan tindak kejahatan lainnya
- Ambillah Foto kontainer termasuk nomor kontainer, segel, dinding, lantai atau atap dimana terdapat kerusakan, dan kondisi barang untuk dokumentasi
- Segera mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak pengangkut / carrier
- Survey & Pelaporan Klaim Kepada Perusahaan Asuransi
Dokumen Klaim
- Claim Form yang telah diisi lengkap disertai dengan perincian jumlah kerugian
- Polis / Sertifikat Asuransi Asli
- Bill of Lading atau Konosemen Asli
- Invoice
- Packing List
- Surat Jalan / DO
- Berita Acara Serah Terima Barang / Survey Report
- Surat Tuntutan kepada pihak pengangkut / carrier dan balasannya.
- Penawaran Biaya perbaikan
- Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya wajib menjaga barang yang rusak dan tidak boleh membuang atau menjualnya tanpa izin tertulis dari Perusahaan Asuransi.
- Perusahaan Asuransi untuk dan atas nama Tertanggung berhak untuk melaksanakan tender / lelang atas salvage tersebut dengan mengundang beberapa salvage buyers untuk berpartisipasi.
- Tertanggung / Penerima Barang dapat ikut serta dalam tender / lelang atas salvage tersebut.
- Peraturan pelaksanaan tender / lelang dan penentuan Pemanas ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi.
- Nilai penjualan salvage akan dibayarkan kepada Tertanggung dan akan dikurangkan dari nilai klaim yang disetujui.
KESIMPULAN DAN SARAN ( PENDAPAT ) :
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
- Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
- Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
- Prinsip tanggungjawab mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatan kecermatan dan kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui dan ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, Memperjelas hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut.
Wednesday, October 10, 2012
Bahan Bakar GAS
Bahan Bakar Gas, Negara kita, Indonesia, kita di kelilingi ratusan gunung yang masih aktif, dimana gunung tersebut menyimpan gas alam yang bisa di pergunakan untuk bahan bakar. Kita sangat beruntung dengan sumbe daya alam seperti itu, Gas alam bisa di pergunakan untuk keperluan sehari-hari. Energi untuk listrik, Mobil, (kendaraan bermotor), Pabrik, bahkan untuk kebutuhan rumah tangga. SUmber Daya Gas yang kita miliki sangat melimpah, tetapi dalam pelaksaanaannya, sumber daya ini belum kita mamfaatkan dengan baik, kita masih mengandalkan listrik dan minyak bumi untuk kebutuhan sehari-hari, seperti yang kita ketahui, harga minyak semakin hari semakin menggila.
Biaya logistik yang tinggi dan buruknya infrastruktur merupakan kendala yang menghambat pertumbuhan industri dalam negeri. Hingga saat ini infrastruktur serta sarana dan prasarana transportasi masih sangat minim.
Merespons kritik masyarakat akan ketergantungan Negeri ini terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM), Pemerintah kini serius mengalihkan BBM ke Bahan Bakar gas.
Selain lebih bersih, tidak polutif, penggunaan BBG (Bahan Bakar Gas) didukung cadangan gas Indonesia yang masih sangat besar. Pernyataan ini di tengah hiruk-pikuk isu kenaikan harga BBM bersubsidi dan Tarif Dasar listrik (TDL) disambut dingin. Pernyataan itu dilihat sebagai tebar pesona. Fakta, peran BBM pada pembangkit listrik PT PLN masih 27%. Dengan porsi sebesar ini, tarif listrik sangat sensitif terhadap kenaikan harga BBM. Setiap kenaikan harga BBM, biaya pengadaan listrik juga ikut terdongkrak.
Kenaikan TDL yang direncanakan sejak tahun lalu dan sejak 2004 belum pernah dinaikkan dan akhirnya dibatalkan atas desakan para pengusaha. Selama ini, kontribusi listrik terhadap biaya produksi garmen dan industri padat karya lainnya sekitar 25%. Bila TDL dinaikkan, dampak terhadap kenaikan harga barang mencapai 10-25%.
Tingginya biaya logistik di Indonesia merupakan masalah serius yang ikut membengkakkan biaya produksi. Di Malaysia, biaya logistik hanya 15% dan di Jepang 10%. Sedangkan di Indonesia, biaya logistik mencapai 25%. Mahalnya biaya logistik berkaitan erat dengan buruknya transportasi jalan raya dan pelabuhan. Angkutan mengonsumsi banyak BBM karena terlalu lama di perjalanan. Jika harga BBM dinaikkan, dampak terhadap kenaikan biaya logistik berkisar 11-20% karena komponen BBM dalam biaya transportasi mencapai 70%. Mulai April 2012, harga solar dan premium dinaikkan Rp 1.500 atau 33% menjadi Rp 6.000 per liter.
Sudah sekian dekade, kita membiarkan ketergantungan bangsa ini terhadap BBM. Bukan saja pada pembangkit listrik yang tak pernah lepas dari BBM.
Transportasi hampir 100% mengandalkan BBM. Mayoritas industri juga menggunakan BBM. Kekayaan alam yang begitu besar di bidang pertambangan belum dimanfaatkan. Gas dan batubara malah lebih banyak diekspor daripada digunakan untuk keperluan industri, transportasi, dan pembangkit listrik di dalam negeri.
Pangsa gas pada pembangkit listrik PLN baru 25%, batubara 31%, air 12%, dan geothermal 2%. Biaya produksi listrik menjadi lebih mahal lagi karena wilayah yang jauh dari sentra produksi BBM justru mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD)..
Sungguhpun begitu, kita juga harus fair bahwa masalah pembangkit adalah juga masalah pemerintah, khususnya Kementerian ESDM. Kebijakan direksi PLN tidak mungkin sukses jika tidak didukung pemerintah. Selama ini, pemerintah tidak mempunyai kebijakan yang jelas dan tegas di bidang energi.
Sangat ironis melihat kenyataan betapa Singapura menikmati listrik bersih dan relatif murah karena gas dari Indonesia. Setiap hari, kapal tongkang dari Kalimantan dan Sumatera mengangkut batubara ke RRT dan sejumlah Negara, sebagian besar untuk pembangkit listrik. Murahnya biaya produksi di RRT juga berkat batubara dari Indonesia.
Walau kita mendorong keunggulan kompetitif kualitas sumber daya manusia dan penggunaan teknologi para pekerja, keunggulan komparatif masih dibutuhkan. Dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang masih besar, Indonesia perlu memanfaatkan comparative advantages yang ada, yakni tenaga kerja yang masih relatif murah dan energi yang cukup tersedia dengan harga yang juga relatif murah.
Penundaan kenaikan TDL adalah langkah positif untuk menjaga daya saing industri nasional meski pemerintah harus menambah subsidi listrik Rp 33 triliun menjadi Rp 98 triliun. DPR diharapkan tidak melakukan politisasi yang merugikan dunia usaha.
Kita memahami posisi pemerintah yang harus menjaga kondisi fiscal agar tetap kredibel. Kenaikan harga minyak mentah sudah mengerek subsidi BBM dari Rp 124 triliun menjadi Rp 190 triliun lebih. Jika tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi dan TDL tahun ini, defisit anggaran bisa mencapai 3,6% dari PDB, jauh di atas batas 3% yang dipatok UU.
Jika hanya TDL yang ditunda, defisit bujet bisa dijaga pada level 2,2%. Agar tidak terus-menerus mengulangi kejadian yang sama, komposisi pembangkit listrik harus digeser dari BBM ke pembangkit bertenaga gas, batubara, dan geotermal. Begitu banyak sumber energi geotermal di Tanah Air. Jika pemerintah serius dan PLN bekerja dengan sistematik, Indonesia takkan kesulitan menggunakan energi murah untuk pembangkit listrik, transporasi, dan industri.
Kebutuhan dana Rp 8,3 triliun oleh PLN untuk membeli gas perlu disuntikkan oleh pemerintah. Selain itu, perlu ada kebijakan yang tegas bahwa penjualan gas dan batubara diprioritaskan ke dalam negeri, termasuk untuk memenuhi kebutuhan PLN. Berbagai ironi yang mengiris hati harus diakhiri. Indonesia adalah lumbung energi, tapi rasio elektrifikasi —yakni penduduk yang mendapatkan listrik— baru 67%. Bandingkan dengan Malaysia dan RRT yang sudah 99,4%, Thailand 93%, dan Sri Langka 77%.
Peran serta swasta di bidang kelistrikan hendaknya tidak terbatas pada membangun pembangkit listrik, melainkan juga pada transmisi dan distribusi, khususnya di wilayah industri dan remote area. harga listrik akan mahal jika swasta harus menjual listriknya ke PLN, bukan langsung ke konsumen. Sebagai entitas bisnis, PLN pasti mencari untung. Karena itu, monopoli PLN perlu diredefinisikan agar swasta terangsang untuk masuk industri listrik.
Untuk menyediakan energi listrik dalam jumlah cukup, relatif murah, dan bersih, Langkah konkret harus segera diambil berdasarkan kebijakan energi yang lengkap dan jelas.
Biaya logistik yang tinggi dan buruknya infrastruktur merupakan kendala yang menghambat pertumbuhan industri dalam negeri. Hingga saat ini infrastruktur serta sarana dan prasarana transportasi masih sangat minim.
Merespons kritik masyarakat akan ketergantungan Negeri ini terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM), Pemerintah kini serius mengalihkan BBM ke Bahan Bakar gas.
Selain lebih bersih, tidak polutif, penggunaan BBG (Bahan Bakar Gas) didukung cadangan gas Indonesia yang masih sangat besar. Pernyataan ini di tengah hiruk-pikuk isu kenaikan harga BBM bersubsidi dan Tarif Dasar listrik (TDL) disambut dingin. Pernyataan itu dilihat sebagai tebar pesona. Fakta, peran BBM pada pembangkit listrik PT PLN masih 27%. Dengan porsi sebesar ini, tarif listrik sangat sensitif terhadap kenaikan harga BBM. Setiap kenaikan harga BBM, biaya pengadaan listrik juga ikut terdongkrak.
Kenaikan TDL yang direncanakan sejak tahun lalu dan sejak 2004 belum pernah dinaikkan dan akhirnya dibatalkan atas desakan para pengusaha. Selama ini, kontribusi listrik terhadap biaya produksi garmen dan industri padat karya lainnya sekitar 25%. Bila TDL dinaikkan, dampak terhadap kenaikan harga barang mencapai 10-25%.
Tingginya biaya logistik di Indonesia merupakan masalah serius yang ikut membengkakkan biaya produksi. Di Malaysia, biaya logistik hanya 15% dan di Jepang 10%. Sedangkan di Indonesia, biaya logistik mencapai 25%. Mahalnya biaya logistik berkaitan erat dengan buruknya transportasi jalan raya dan pelabuhan. Angkutan mengonsumsi banyak BBM karena terlalu lama di perjalanan. Jika harga BBM dinaikkan, dampak terhadap kenaikan biaya logistik berkisar 11-20% karena komponen BBM dalam biaya transportasi mencapai 70%. Mulai April 2012, harga solar dan premium dinaikkan Rp 1.500 atau 33% menjadi Rp 6.000 per liter.
Sudah sekian dekade, kita membiarkan ketergantungan bangsa ini terhadap BBM. Bukan saja pada pembangkit listrik yang tak pernah lepas dari BBM.
Transportasi hampir 100% mengandalkan BBM. Mayoritas industri juga menggunakan BBM. Kekayaan alam yang begitu besar di bidang pertambangan belum dimanfaatkan. Gas dan batubara malah lebih banyak diekspor daripada digunakan untuk keperluan industri, transportasi, dan pembangkit listrik di dalam negeri.
Pangsa gas pada pembangkit listrik PLN baru 25%, batubara 31%, air 12%, dan geothermal 2%. Biaya produksi listrik menjadi lebih mahal lagi karena wilayah yang jauh dari sentra produksi BBM justru mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD)..
Sungguhpun begitu, kita juga harus fair bahwa masalah pembangkit adalah juga masalah pemerintah, khususnya Kementerian ESDM. Kebijakan direksi PLN tidak mungkin sukses jika tidak didukung pemerintah. Selama ini, pemerintah tidak mempunyai kebijakan yang jelas dan tegas di bidang energi.
Sangat ironis melihat kenyataan betapa Singapura menikmati listrik bersih dan relatif murah karena gas dari Indonesia. Setiap hari, kapal tongkang dari Kalimantan dan Sumatera mengangkut batubara ke RRT dan sejumlah Negara, sebagian besar untuk pembangkit listrik. Murahnya biaya produksi di RRT juga berkat batubara dari Indonesia.
Walau kita mendorong keunggulan kompetitif kualitas sumber daya manusia dan penggunaan teknologi para pekerja, keunggulan komparatif masih dibutuhkan. Dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang masih besar, Indonesia perlu memanfaatkan comparative advantages yang ada, yakni tenaga kerja yang masih relatif murah dan energi yang cukup tersedia dengan harga yang juga relatif murah.
Penundaan kenaikan TDL adalah langkah positif untuk menjaga daya saing industri nasional meski pemerintah harus menambah subsidi listrik Rp 33 triliun menjadi Rp 98 triliun. DPR diharapkan tidak melakukan politisasi yang merugikan dunia usaha.
Kita memahami posisi pemerintah yang harus menjaga kondisi fiscal agar tetap kredibel. Kenaikan harga minyak mentah sudah mengerek subsidi BBM dari Rp 124 triliun menjadi Rp 190 triliun lebih. Jika tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi dan TDL tahun ini, defisit anggaran bisa mencapai 3,6% dari PDB, jauh di atas batas 3% yang dipatok UU.
Jika hanya TDL yang ditunda, defisit bujet bisa dijaga pada level 2,2%. Agar tidak terus-menerus mengulangi kejadian yang sama, komposisi pembangkit listrik harus digeser dari BBM ke pembangkit bertenaga gas, batubara, dan geotermal. Begitu banyak sumber energi geotermal di Tanah Air. Jika pemerintah serius dan PLN bekerja dengan sistematik, Indonesia takkan kesulitan menggunakan energi murah untuk pembangkit listrik, transporasi, dan industri.
Kebutuhan dana Rp 8,3 triliun oleh PLN untuk membeli gas perlu disuntikkan oleh pemerintah. Selain itu, perlu ada kebijakan yang tegas bahwa penjualan gas dan batubara diprioritaskan ke dalam negeri, termasuk untuk memenuhi kebutuhan PLN. Berbagai ironi yang mengiris hati harus diakhiri. Indonesia adalah lumbung energi, tapi rasio elektrifikasi —yakni penduduk yang mendapatkan listrik— baru 67%. Bandingkan dengan Malaysia dan RRT yang sudah 99,4%, Thailand 93%, dan Sri Langka 77%.
Peran serta swasta di bidang kelistrikan hendaknya tidak terbatas pada membangun pembangkit listrik, melainkan juga pada transmisi dan distribusi, khususnya di wilayah industri dan remote area. harga listrik akan mahal jika swasta harus menjual listriknya ke PLN, bukan langsung ke konsumen. Sebagai entitas bisnis, PLN pasti mencari untung. Karena itu, monopoli PLN perlu diredefinisikan agar swasta terangsang untuk masuk industri listrik.
Untuk menyediakan energi listrik dalam jumlah cukup, relatif murah, dan bersih, Langkah konkret harus segera diambil berdasarkan kebijakan energi yang lengkap dan jelas.
Labels:
bahan bakar,
batubara,
gas,
listrik
Subscribe to:
Posts (Atom)